Selasa, 21 Juni 2016

EKOSISTEM DARAT

Bioma adalah sebutan bagi sejumlah ekosistem darat yang unik. Bioma merupakan unit komunitas terbesar yang telah diklasifikasikan oleh para ahli ekologi. Bioma-bioma signifikan di bumi adalah sebagai berikut.

1. Hutan Hujan Tropis
Daerah-daerah yang dicirikan dengan daerah yang lebat, hangat, curah hujan yang tinggi. Namun penampilannya yang subur cukup menipu, karena sebenarnya tanah dari hutan hujan tropis tidak subur.

2. Gurun
Daerah yang memiliki temperatur cukup tinggi pada siang hari dan dingin pada malam hari. Gurun memiliki curah hujan yang kecil dan dihuni sedikit tumbuhan. Pada gurun juga sering ditemukan bebatuan-bebatuan.

3. Chaparral
Daerah yang memiliki musim panas yang kering dan lama, serta musim dingin berhujan dengan temperatur sedang. Vegetasinya hanya berupa tumbuhan kecil dan sesemakan. Hewan-hewan yang ditemukan umumnya berukuran kecil dengan warna yang tidak menonjol.

4. Savana
Daerah padang rumput pada wilayah tropis. Daerah ini dicirikan dengan daerah yang memiliki hujan musiman dan cahaya yang cukup.

5. Padang Rumput Temperat
Daerah luas dengan iklim sedang yang dicirikan kekurangan air pada sebagian besar waktu dalam satu tahun. Dominasi vegetasinya berupa rerumputan, semak, dan sejumlah tumbuhan satu musim. Hewan-hewan pengerat kecil hidup berdampingan dengan karnivora besar. Karnivora ini bergantung pada mamalia yang hidup dengan ukuran lebih kecil darinya.

6. Taiga
Daerah berhutan lebat di kawasan utara yang memiliki tumbuhan besar yang selalu hijau dan memiliki runjung. Hewan-hewan di daerah taiga mencangkup hewan kecil seperti tikus, terwelu, shrew dan lain-lain. Sedangkan hewan berukuran lebih besar seperti beruang, moose, elk, rusa, dan lain-lain. Terdapat salju nyaris sepanjang tahunnya.

7. Tundra
Daerah padang rumput yang termodifikasi di kawasan utara atas. Sedemikian dinginnya sehingga terdapat tanah beku permanen dibawahnya. Musim tumbuh yang pendek di musim panas pada daerah atas yang memungkinkan beberapa vegetasi rerumputan bertahan hidup. Hewan pada tundra mencangkup burung, lemming, rubah.

8. Hutan Gugur Temperat

Daerah yang kaya akan tumbuhan yang menggugurkan daunnya pada saat musim dingin, sesemakan yang diselingi rumput dan tumbuhan kriptogamik seperti lumut dan paku. Musim dingin yang bergantian dengan musim panas yang hangat dan curah hujan yang cukup. Hewan-hewan melimpah mulai dari tikus, tupai, rakun, sampai serigala dan singa gunung.

Jumat, 03 Juni 2016

BACAAN RHAMADAN YANG BAIK

Kisah Kesabaran Nabi Muhammad SAW



1. Kesabaran Rasulullah SAW menghadapi pengemis yahudi buta

Bilamana aku membaca kisah ini dan membandingkan diri ku dan keadaaan umat Islam sekarang, aku rasa, macam langit dan bumi, akhlak yang kita amalkan dan akhlak yang Baginda contohkan agar kita amal dan ikuti..
Bilakah agaknya kita mampu menjadikan akhlak Baginda sebagai 'guide line' kita menjalani kehidupan?

Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap
harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong,
dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya.

Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawakan makanan, dan tanpa berucap sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah SAW. Rasulullah SAW melakukan hal ini setiap hari sehinggalah baginda  wafat.

Setelah wafatnya Rasulullah SAW, tidak ada lagi orang yang membawakan
makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari sahabat terdekat  Rasulullah SAW yakni Abu Bakar RA berkunjung ke rumah anaknya Aisyah RA yang tidak lain tidak bukan merupakan isteri Rasulullah SAW dan beliau bertanya kepada anaknya itu," wahai Anakku, adakah kebiasaan
kekasihku yang belum aku kerjakan? "

Aisyah RA menjawab,"Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan
hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu saja"

"Apakah Itu?", tanya Abu Bakar RA.

"Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke hujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada disana", kata Aisyah RA.

Maka keesokan harinya Abu Bakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abu Bakar RA pun  mendatangi pengemis itu, lalu memberikan makanan itu kepadanya.
Ketika Abu Bakar RA mulai menyuapinya, sipengemis marah sambil menghardik, "Siapakah kamu?"

Abu Bakar RA menjawab, "Aku orang yang biasa (mendatangi engkau)."

"Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku," bantah si
pengemis buta itu.

"Apabila ia datang kepadaku, tidak susah tangan ini memegang dan tidak
susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut,
setelah itu ia berikan padaku", pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abu Bakar RA tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata
kepada pengemis itu, "Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW" . Air mata Abu Bakar tidak lagi  dapat di tahan-tahan dari bercucuran

Seketika itu juga pengemis  pun menangis mendengar penjelasan Abu Bakar
RA, dan kemudian berkata, "Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun,
ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia...."

Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abu Bakar RA saat itu juga dan sejak hari itu menjadi muslim.

Nah, wahai saudaraku, bisakah kita meneladani kemuliaan akhlaq Rasulullah
SAW? Atau adakah setidaknya niat untuk meneladani beliau?

Hari ini.. dimana-mana kita tidak lagi mengamalkan sikap bersabar dan memaafkan. kita dengan mudah melenting, marah dan menghukum. Mengata juga tidak lagi satu bebanan pada kita, apatah lagi membenci dan memandang hina kepada sesiapa saja yang tidak 'sebulu' dengan kita...

Kalaupun tidak bisa kita meneladani beliau seratus peratus, alangkah
baiknya kita berusaha meneladani sedikit demi sedikit, kita mulai dari apa yang kita sanggup melakukannya. yang paling sukar.. sabar dan memaafkan..
tapi yang paling mudah.. cermin diri.. siapa aku berbanding Baginda yang terpilih.. sebagai kekasih Allah.. semulia-mulia manusia..tiada tolok bandingnya Baginda dengan sesiapa pun didunia ini....

Beliau adalah ahsanul akhlaq, semulia-mulia akhlaq.

Ya Rasulullah.. ampuni kami kerana masih gagal mengikuti sunnah Mu..

2. Kesabaran Rasulullah SAW Waktu Marah

Ketika Rasulullah sedang duduk-duduk di tengah para sahabatnya, salah seorang pendeta Yahudi bernama Zaid bin Sa’nah masuk menerobos barisan jama’ah yang melingkarinya, seraya menyambar kain Rasulullah dan menghardiknya dengan kasar. Katanya, “Ya Muhammad! Bayarlah hutangmu. Kamu keturunan Bani Hasyim biasa memperlambat pelunasan.”
Pada waktu itu Rasulullah memang punya hutang kepada orang Yahudi itu, namun belum jatuh tempo. Umar yang melihat peristiwa itu langsung bangkit dan menghunus pedangnya, seraya memohon iin. Ucapnya, “Ya Rasulullah, ijinkanlah aku memenggal leher bedebah ini!”
Tetapi Rasulullah bersabda, “Ya Umar, aku tidak disuruh berdakwah dengan cara begitu. Antara aku dan dia memang sedang membutuhkan kebijaksanaanmu. Suruhlah dia menagih dengan sopan dan ingatkanlah aku supaya melunasinya dengan baik.”
Mendengar sabda Rasulullah tersebut, orang Yahudi itu berkata, “Demi yang mengutusmu dengan kebenaran. Sebenarnya aku tidak datang untuk menagih hutangmu, namun aku datang untuk menguji akhlakmu. Aku tahu, tempo pelunasan utang belum tiba waktunya. Akan tetapi aku telah membaca sifat-sifatmu dalam Kitab Taurat, dan ternyata terbukti semua, kecuali satu sifat yang belum aku uji, yaitu kebijakkanmu bertindak pada waktu marah. Ternyata tindakan bodoh yang ceroboh sekalipun engkau dapat mengatasinya dengan bijaksana. Itulah yang aku lihat sekarang ini. Maka terimalah Islamku ini, ya Rasulullah,
“Asyhadu alaa ilada illallah wa annaka ya Muhammad Rasulullah”
Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan engkau adalah Rasulullah.”

Cara bersabar dengan membiarkan orang marah tanpa meladeninya merupakan cara efektif dakwah Rasulullah yang sering beliau lakukan. Kesabaran beliau malah mendapat simpati dari seorang Yahudi sehingga dengan kesadarannya sendiri mau memeluk agama Islam.

3. Kesabaran Rasulullah SAW Ketika Diludahi

Bukan hanya sekali saja Nabi dihina. Bahkan ada seorang wanita tua yang berani mencerca Nabi. Setiap kali Nabi melintas muka rumahnya, kala itu pula si wanita meludahkan air liurnya, “cuh,cuh,cuh.” Peristiwa itu berulangkali terjadi, bahkan hampir setiap hari.
Suatu kali, ketika Nabi lewat di depan rumahnya, si wanita tadi tak lagi meludahinya. Bahkan, batang hidungnya saja tak kelihatan pula. Nabi pun menjadi “kangen” akan air ludah si wanita tadi. Karena penasaran, Nabi lantas bertanya kepada seseorang, “Wahai Fulan, tahukah engkau, dimanakah wanita pemilik rumah ini, yang setiap kali aku lewat selalu meludahiku?”
Orang yang ditanya menjadi heran, kenapa Nabi justru menanyakan, penasaran, dan tak sebaliknya merasa kegirangan. Namun, si Fulan tak ambil peduli, oleh karenanya ia segera menjawab pertanyaan Nabi, “Apakah engkau tidak tahu wahai Muhammad, bahwa si wanita yang biasa melidahimu sudah beberapa hari terbaring sakit?” Mendengar jawaban itu Nabi mengangguk-angguk, lantas melanjutkan perjalanan untuk ibadah di depan Ka’bah, bermunajat kepada Allah Pemberi Rahmah.
Sekembalinya dari ibadah, Nabi mampir menjenguk wanita peludah. Ketika tahu, bahwa Nabi, orang yang tiap hari dia ludahi, justru menjenguknya, si wanita menangis dalam hati. “Duhai betapa luhur budi manusia ini. Kendati tiap hari aku ludahi, justru dialah orang pertama yang menjenguk kemari.” Dengan menitikan air mata haru bahagia, si wanita bertanya, “Wahai Muhammad, kenapa engkau menjengukku, padahal tiap hari aku meludahimu?”
Nabi menjawab, “Aku yakin, engkau meludahiku karena engkau belum tahu tentang kebenaranku. Jika engkau mengetahuinya, aku yakin engkau tak akan lagi melakukannya.”
Mendengar ucapan bijak dari amnusia utusan Allah swt ini, si wanita menangis dalam hati. Dadanya sesak, tenggorokannya serasa tersekat. Lantas, setelah mengatur nafas akhirnya ia dapat bicara lepas, “Wahai Muhammad mulai saat ini aku bersaksi untuk mengikuti agamamu.” Lantas si wanita mengikrarkan dua kalimat syahadat.

 4. Kesabaran Rasulullah SAW Menghadapi Umatnya
Diriwayatkan seorang lelaki bangsa Arab bernama Tsamamah bin Itsal dari Kabilah al-Yamamah, pergi ke Madinah Al-Munawarah dengan tujuan hendak membunuh Nabi saw. Dengan tekad bulat dan semangat kuat ia pergi ke majelis Rasulullah saw.
Umar bin Khatthab sudah mencium maksud jahat kedatangan orang itu. Maka ia pergi menghampirinya dan langsung mengusut, “Apa tujuan kedatanganmu ke Madinah? Bukankah engkau seorang musyrik?”
Orang itu terang-terangan berkata, “Aku datang ke negeri ini hanya untuk membunuh Muhammad!”
Mendengar perkataan keji itu Umar dengan cepat dan tangkas langsung melucuti pedangnya, sekaligus meringkusnya. Kemudian orang itu diikat di salah satu tiang masjid.
Umar bin Khatthab segera pergi melaporkan kejadian kapada Rasulullah. Namun Rasulullah yang diutus sebagai rahmat bagi semesta alam tidak menanggapi positif perbuatan sahabatnya. Rasulullah cepat keluar dari rumahnya menemui orang yang hendak membunuhnya. Setelah tiba di tempat majelis, Rasulullah mengamati wajah orang yang hendak membunuhnya itu, sementara Umar sudah tidak sabar menunggu perintah utnuk memenggal leher orang durjana itu.
Sesudah mengamati wajahnya denagn cermat, Rasulullah lalu menoleh kepada para sahabatnya dan bertanya, “Apakah ada diantara kalian yang sudah memberinya makan?”
Umar terdiam sejenak mendengar pertanyaan tersebut. Dia yang tadi menuggu diperintah membunuhnya malah ditanya tentang pemberian makan kepada orang itu. Umar swakan tidak percaya denga apa yang didengarnya, maka dia bertanya, “Makanan apa ya Rasulullah? Makanan apa yang akan dia makan? Orang ini datang ke sini sebagai pembunuh, bukan datang ingin masuk Islam!” Namun Rasulullah tidak menghiraukan uacpan Umar, bahkan beliau memerintahkan, “Tolong ambilkan segelas susu dari rumahku, buka tali pengikat orang itu!”
Umar bin Khatthab bukan main marahnya dengan si musyrik itu. Sesudah ia diberi minum, Rasulullah memerintahkan dengan sopan kepadanya, “Ucapkanlah Tiada Tuhan Selain Allah. Si musyrik menjawab, “Aku tidak akan mengucapkannya.” Rasulullah berkata lagi, “Katakanlah, ‘Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi Muhammad adalah Rasul Allah’.” Namun orang itu tetap berkata dengan nada keras, “Aku tidak akan mengatakannya!”
Rasulullah kemudian memutuskan untuk membebaskan orang itu, dan orang musyrik itupun bangkit dan pergi seolah-olah hendak kembali ke negerinya. Tetapi belum berapa jauh dia melangkah dari masjid, dia kembali lagi kepada Rasulullah seraya kata, “Ya Rasulullah, aku bersaksi,’Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah’.”
Rasulullah bertanya kepadanya, “Kenapa engkau tidak mengucapkannya ketika aku memerintahkan kepadamu?”
Orang itu menjawab, “Aku tidak mau mengucapkannya ketika masih belum kau bebaskan karena aku khawatir ada orang yang menganggap aku masuk Islam karena takut kepadamu. Akan tetapi, setelah aku dibebaskan, aku masuk Islam semata-mata karena mengharap keridhaan Allah Robbul ‘alamin.”
Pada satu kesempatan, Tsamamah bin Itsal berkata, “Ketika aku memasuki kota Madinah, tidak ada seorang pun yang paling aku benci lebih dari Muhammad. Tetapi sesudah aku meniggalkan kota ini, tidak ada seorang pun di muka bumi ini yang lebih kucintai selain Muhammad Rasulullah.”

5. Kesabaran Rasulullah SAW Menghadapi Ancaman Orang Quraisy



Sesudah putus asa karena menghalangi Nabi Muhammad dengan cara kekerasan ternyata tidak menggentarkan Rasulullah saw dan para pengikutnya, Abu Jahal lalu mendatangi Abu Thalib, paman dan pelindung Rasulullah. Abu Jahal meminta agar disampaikan kepada Muhammad bahwa ia akan memberikan apa saja yang dikehendaki Muhammad; gadis-gadis yang paling cantik, harta kekayaan yang melimpah, atau kedudukan terhormat dalam jajaran kepemimpinan bangsa Arab. Abu Thalib segera menyampaikan tawaran Abu Jahal dan suku Quraisy itu kepada Nabi saw.
Dengan tegar Nabi mengatakan, “Demi Allah, wahai pamanku. Andaikata diletakan matahari ditangan kananku dan bulan ditangan kiriku, supaya saya menggagalkan perjuangan menegakan kebenaran, saya takkan surut, sampai tercapai kemenangan atau saya hancur binasa dalam perjuangan.” Itulah benih kegigihan dan ketangguhan Rasulullah semenjak awal perjuangan. Ternyata sifat beliau tidak berubah walaupun sudah berhasil menjadi pemimpin umat yang agung dan disegani.
Pada suatu malam terdengar ribut-ribut diluar kota Madinah. Para sahabat mengira musuh sedang bergerak hendak menyerang kota. Waktu itu Nabi saw sedang tidur. Jadi para sahabat sepakat untuk tidak memebritahukan Rasulullah sebab mereka tahu Nabi amat lelah. Mereka segera memberangkatkan sepasukan tentara menuju ke arah terjadinya ribut-ribut itu. Di tengah perjalanan, sebelum tiba ke tempat itu mereka berpapasan denga Rasulullah yang sedang mengendarai kuda hendak kembali ke Madinah. Di pinggangnya terselempang sebilah pedang.
Nabi berkata, “Wahai para sahabatku yang setia. Pulang sajalah kita ke Madinah. Tidak ada apa-apa di sana. Tidak ada musuh. Aman belaka. Yang ribut-ribut tadi hanya suara kuda yang kedinginan.” Alangkah malunya para sahabat. Ternyata mereka kalah tanggap dan kalah cekatan dibandingkan Rasulullah saw yang disangka masih tertidur lelap di pembaringan.
Dalam suatu peperangan, Nabi terlau capai sampai lengah, beliau terduduk di bawah sebatang pohon tanpa sebilah senjata pun. Seorang pendekar kaum musyirikin yang ditakuti, tiba-tiba muncul di hadapannya, berdiri berkacak pinggang pada saat Nabi terkantuk-kantuk.
Dengan suara lantang, dedengkot musuh yang bernama Da’tsur itu menghardik Rasulullah sambil mengacungkan pedangnya, “Hai Muhammad. Siapa sekarang yang dapat menyelamatkanmu dari keganasan pedangku?”
Nabi tersentak sekejab, lalu menatap mata Da’tsur lurus matanya. Da’tsur tergetar melihat pandangan yang yang sejuk tetapi tidak kenal takut itu. Nabi menjawab tenang, “Karena sebagai manusia, aku sudah tidak punya daya, tiada lagi yang akan melindungi diriku kecuali Allah?”
Da’tsur menggigil mendengar jawaban itu. Macam apa pula kekuatan Allah yang disebut-sebut Muhammad itu, sampai ia yakin Allah pasti melindunginya? Kebimbangannya kian bertambah menyaksikan Nabi tetap tabah, sampai akhirnya pedang Da’tsur terlepas dari genggamannya dan jatuh.
Nabi segera mengambil pedang itu lantas mengacungkannya kepada Da’tsur, “Nah, kini siapakah yang akan menyelamatkanmu dari pedangku?” Dengan bibir bergetar Da’tsur menjawab, “Hanya engkau Muhammad yang dapat menyelamatkanku. Sungguh, hanya engkau belaka.”
Namun Nabi bukanlah tipe pemimpin yang suka menyimpan dendam. Beliau tidak ingin membelas kekerasan dengan kekerasan. Maka beliau segera menyerahkan pedang itu kembali pada Da’tsur selaku pemiliknya. Dengan terjadinya peristiwa tersebut, kelak Da’tsur masuk Islam, dan menjadi pahlawan membela agama. 

KETELADANAN NABI MUHAMMAD SAW




Banyak kisah teladan yang perlu kita pahami, mengerti dan teladani dari kehidupan nabi Muhammad saw. diantaranya adalah Kisah Nabi Muhammad menyuapi orang yahudi yang buta.

Dimasa kehidupan nabi saw. ada pengemis yahudi yang buta yang bisa tempatnya di sudut pasar Madinah Al Munawarah. Dan pengemis itu punya kebiasaan apabila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata:


“Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir. Apabila kalian mendekatinya, maka kalian akan di pengaruhinya.”

Nah menariknya hampir setiap pagi, Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah katapun Rasul menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad seperti perkataan di atas.

Rasulullah SAW melakukan hal itu hingga beliau menjelang wafat. Setelah Rasulullah wafat, tak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi dan yang menyuapi orang Yahudi yang buta itu.

Suatu hari Abu Bakar ra berkunjung ke rumah anaknya (Aisyah). Beliau bertanya kepada Aisyah: “Anakku, adakah sunnah Rasul yang belum aku kerjakan?” . Aisyah menjawab pertanyaan ayahnya: “Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah saja. Hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja“, ucap Aisyah.

“Apakah itu?” Tanya Abu Bakar. “Setiap pagi, Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada di sana“, jawab Aisyah.

Keesokan harinya, Abu Bakar pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abu Bakar mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepadanya.

Ketika Abu Bakar mulai menyuapinya, tiba-tiba pengemis itu marah sambil berteriak: “Siapa kamu!” Abu Bakar menjawab: “Aku orang yang biasa“. “Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku.” sahut pengemis buta itu.

Lalu pengemis itu melanjutkan bicaranya: “Apabila ia datang kepadaku, tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan itu, baru setelah itu ia berikan makanan itu kepadaku.”

Abu Bakar yang mendengar jawaban orang buta itu kemudian menangis sambil berkata: “Aku memang bukan yang biasa datang kepadamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya. Orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad, Rasulullah saw. yang sering anda maki dan fitnah”

Setelah pengemis itu mendengar cerita Abu Bakar, pengemis itu pun menangis dan kemudian berkata “Benarkah demikian?”, tanya pengemis, kepalanya tertunduk dan air matanya mulai menetes.

“Selama ini aku selalu menghinanya dan memfitnahnya”, lanjutnya. Tetapi ia tidak pernah marah kepadaku, sedikitpun!”, ucap sang pengemis Yahudi sambil menangis terisak.

“Ia selalu mendatangiku, sambil menyuapiku dengan cara yang sangat lemah lembut…”  sambil menahan kesedihan… namun akhirnya dia pun menangis.

Lalu ditengah tangisannya, sang pengemis Yahudi itupun berteriak, “Ia begitu mulia !Ia begitu mulia…!” sambil mendongakkan kepalanya kearah langit biru. Kedua tangannya dibuka lebar seperti berdoa, dan kemudian kembali duduk simpuh.

Spontan, mereka berpelukan. Mereka berdua larut dalam tangisan. Tangisan kehilangan seseorang yang paling mulia sepanjang masa. Lalu sesaat mereka terdiam, kemudian pengemis Yahudi buta itu meminta kepada Abu Bakar untuk menuntunnya bersyahadat.


Ahirnya pengemis itupun bersyahadat dihadapan Abu Bakar. Jadilah pengemis itu seorang muslim yang berserah diri kepada Allah SWT. Subhanallah…


Kehalusan, Kelembutan, dan Kesabaran Rasulullah


Nabi Muhammad, sosok manusia yang penuh kelembutan. Beliau sering diludahi, dikatakan gila, dilempari kotoran hewan, dan lain sebagainya. Pernah ada seorang laki-laki yang apabila Nabi lewat depan rumahnya, ia selalu meludahi Nabi. Terus begitu setiap hari. Suatu hari, Nabi lewat depan rumahnya seperti biasa. Namun beliau heran, karena beliau tidak mendapati laki-laki tersebut meludahinya. Maka bertanyalah beliau kepada tetangga laki-laki tersebut. Rupanya laki-laki itu sedang sakit. Apakah nabi Muhammad merasa senang? Nabi Muhammad justeru bertamu ke rumah laki-laki itu untuk menjenguk dan menghibur laki-laki itu. Maka kagumlah laki-laki itu akan akhlaq beliau. Nabi Muhammad bukanlah sosok yang mudah marah jika dihina. Beliau hanya marah jika seseorang menghina Allah.

Muhammad Ar-Rasul di Tha’if
Sepeninggal Abu Thalib, gangguan kafir Quraisy terhadap Rasulullah saaw semakin bertambah ganas. Ketika beliau merasakan gangguan kaum musyrikin Quraisy bertambah hebat dan tetap menolak serta menjauhi agama Islam, beliau berpikir untuk meninggalkan Makkah dan pergi ke Tha’if. Beliau berharap akan memperoleh dukungan penduduk setempat dan akan menyambut baik ajakan beliau untuk memeluk agama Islam. Dengan harapan itu, Muhammad saaw sang Rasul bersama Zaid bin Haritsah, anak angkat beliau saaw, pergi ke Tha’if.

Banyak tokoh Quraisy membangun tempat peristirahatan di sana. Kabilah terbesar di Tha’if adalah Bani Tsaqif, kabilah yang berkuasa serta mempunyai kekuatan fisik dan ekonomi yang cukup memadai. Mengetahui akan hal ini, Rasulullah saaw menemui pemimpin Bani Tsaqif yang terdiri dari tiga bersaudara.

Rasulullah saaw menyampaikan maksud kedatangan beliau dan mengajak mereka untuk memeluk Islam dan tidak menyembah selain Allah SWT. Namun jawaban dari mereka sungguh di luar harapan Nabi Muhammad saw.

Salah satu dari mereka berkata,“Apakah Allah tidak dapat memperoleh seseorang untuk diutus selain engkau?”
Yang lainnya berkata, “Kami hidup turun-temurun di sini. Tiada kesusahan atau pun penderitaan. Hidup kami makmur, serba berkecukupan, dan kami merasa senang dan bahagia. Oleh sebab itu, kami tak perlu agamamu. Juga tidak perlu dengan segala ajaranmu. Kami pun punya Tuhan yang bernama Al-Latta, yang memiliki kekuatan melebihi berhala Hubal di Ka’bah. Buktiny dia telah memberikan kesenangan di sini dengan segala kemewahan dan kekayaan yang kami miliki.”
Yang lainnya lagi berkata, “Jauh berbeda dengan ajaran yang kalian tawarkan. Penuh siksaan dan daerah yang selalu penuh dengan derita. Jels kami menolak ajaran kalian. Bila tidak, akan menimbulkan malapetaka bagi penduduk kami di sini.”

Mendengar jawaban mereka, berkata Muhammad Rasulullah saw,
“Bila memang demikian, kami pun tidak memaksa. Maaf kalau telah mengganggu kalian. Kami mohon diri.”
Berkata mereka, “Pergilah kalian cepat-cepat dari sini! Sebelum kau sebarkan bencana besar bagi penduduk di sini. Oh ya, kedatangan kalian ke sini tak bisa kami diamkan begitu saja. Mau tak mau kami harus melaporkan hal ini kepada pemimpin Bani Quraisy di Makkah sebagai mitra kami. Kami tidak ingin berkhianat kepada mereka.” 

Maka Rasulullah saw dan Zaid bin Haritsah keluar dari rumah para pemimpin Bani Tsaqif itu. Akan tetapi, para pemimpin Bani Tsaqif tidak membiarkan mereka berdua pergi begitu saja. Di luar rumah para pemimpin Bani Tsaqif, Rasulullah saaw dan Zaid bin Haritsah dihadang oleh sekelompok penduduk kota Tha’if yang tampaknya tidak ramah. Bahkan di antara kelompok itu ada beberapa anak kecil. Dengan satu aba-aba dari seseorang, sekelompok penduduk itu pun melempari Rasulullah saaw dan Zaid bin Haritsah dengan batu. Zaid bin Haritsah berusaha melindungi Rasulullah saaw sambil pergi dari tempat itu. Mereka berdua terluka akibat lemparan-lemparan itu.

Setelah agak jauh dari kota Tha’if, Rasulullah berteduh dekat sebuah pohon sambil membersihkan luka-luka mereka.

Sesudah agak tenang, Rasulullah mengangkat kepala menengadah ke atas, ia hanyut dalam suatu doa yang berisi pengaduan yang sangat mengharukan:
“Allahumma ya Allah, kepadaMu juga aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kemampuanku serta kehinaan diriku di hadapan manusia. Wahai Tuhan Yang Mahapengasih Mahapenyayang. Engkaulah yang melindungi si lemah, dan Engkaulah Pelindungku. Kepada siapa hendak Kauserahkan daku? Kepada orang yang jauhkah yang berwajah muram kepadaku, atau kepada musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli, sebab sungguh luas kenikmatan yang Kaulimpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada Nur Wajah-Mu yang menyinari kegelapan, dan karenanya membawakan kebaikan bagi dunia dan akhirat. Janganlah Engkau timpakan kemurkaanMu kepadaku. Engkaulah yang berhak menegur hingga berkenan pada-Mu. Dan tiada daya upaya kecuali dengan Engkau.”

Allah mengutus Jibril untuk menghampiri beliau saw. Jibril berkata,
“Allah mengetahui apa yang telah terjadi di antara kamu dan penduduk kota Tha’if. Dia telah menyediakan malaikat di gunung-gunung di sini untuk menjalankan perintahmu. Jika engkau mau, maka malaikat-malaikat itu akan menabrakkan gunung-gunung itu hingga penduduk kota itu akan binasa. Atau engkau sebutkan saja suatu hukuman bagi penduduk kota itu.”

Rasulullah saw terkejut dengan hal ini, lalu bersabda,  
“Walau pun orang-orang ini tidak menerima ajaran Islam, aku harap dengan kehendak Allah, anak-anak mereka pada suatu masa nanti akan menyembah Allah dan berbakti kepada-Nya.”

Demikianlah kelembutan hati Rasulullah saaw. Dia manusia, tapi tak seperti manusia. Begitu mulya pengorbanan beliau. Walaupun halangan menimpa, namun hatinya tetap tabah dan penuh kelembutan dan kasih-sayang. Maka betapa kejinya orang-orang yang menghina manusia mulya ini. Betapa jahatnya orang-orang yang menyakiti beliau. Akan tetapi manusia di zaman ini begitu mudah menyakiti perasaan beliau dengan meninggalkan ajaran beliau saaw. Tidak tahukah mereka, bahwa setiap hari amal-amal mereka dihadapkan kepada Rasulullah? Jika amal itu baik, maka beliau pun bergembira dan bersyukur. Jika amal itu buruk, maka beliau dengan kelembutannya memohonkan ampunan kepada Allah bagi orang itu. Adakah pemimpin yang selalu memikirkan ummatnya dari sejak di dunia hingga di kehidupan berikutnya selain beliau saw?

Tak jauh dari tempat istirahat Rasulullah saaw dan Zaid bin Haritsah, terdapat sebuah kebun milik 'Utbah bin Rabi’ah. Kebetulan dua orang anak 'Utbah berada di situ. Melihat keadaan Rasulullah saaw dan Zaid, mereka menyuruh budak mereka, 'Addas, yang beragama Nashrani untuk membawakan buah anggur dari kebun itu.

Pelayan itu segera menghampiri Rasulullah saw dan berkata,
“Makanlah anggur ini wahai tuan-tuan. Semoga dapat melepaskan dahaga kalian.” Kemudian Rasulullah saw mengambil anggur itu sambil mengucapkan,“Bismillah.”

Addas, demi mendengar ucapan Rasulullah saw, merasa kagum dan berkata, “Sungguh, kata-kata itu tidak pernah diucapkan penduduk daerah ini.”

Rasulullah saw bertanya, “Dari negara mana engkau dan apa agamamu?” Addas menjawab,“Aku seorang penganut Nashrani, aku berasal dari Niniwe.”

Rasulullah saw berkata, “Oh, dusun tempat seorang hamba Allah yang shalih, Yunus bin Matta.”

Addas bertanya penuh kekaguman, “Dari manakah Anda mengenal Yunus bin Matta?”Rasulullah saw menjawab, “Dia saudaraku. Dia seorang nabi, dan aku pun seorang nabi.”

Dengan perasaan gembira bercampur haru, Addas memeluk Rasulullah dan menciumi kening, tangan dan kaki Rasulullah saw. Setelah merasa cukup beristirahat, Rasulullah saaw dan Zaid bin Haritsah beranjak pulang ke Makkah.

Yunus bin Matta adalah seorang Nabi dari Niniwe, terkadang disebut juga sebagai Dzun Nun. Penduduk Niniwe begitu ingkar dan menolak ajaran yang dibawa beliau as. Lalu beliau pergi dari negeri itu dengan menggunakan perahu. Akan tetapi di tengah laut beliau terpaksa di buang ke laut dan kemudian di makan ikan. Beliau tinggal di dalam perut ikan selama tiga hari tiga malam. Kemudian beliau dimuntahkan ikan itu ke tepi pantai dekat Niniwe. Penduduk Niniwe menyambut kedatangan beliau yang ternyata penduduk Niniwe telah bertobat dan menerima ajaran yang beliau bawa. Kisah ini dapat dilihat dalam Al-Qur`an surat Al-Anbiya` ayat 87-88 dan Ash-Shaffat ayat 139-148

Sumber : http://alkisah.web.id/2010/03/kelembutan-sang-rasul.html


Kehalusan, Kelembutan, dan Kesabaran Rasulullah
Merampas dan mengambil hak orang lain dengan paksa merupakan ciri orang-orang zhalim dan jahat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memancangkan pondasi-pondasi keadilan dan pembelaan bagi hak setiap orang agar mendapatkan dan mengambil haknya yang dirampas. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menjalankan kaidah tersebut demi kebaikan dan semata-mata untuk jalan kebaikan dengan bimbingan karunia yang telah Allah curahkan berupa perintah dan larangan. Kita tidak perlu takut adanya kezhaliman, perampasan, pengambilan dan pelanggaran hak di rumah beliau

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah sama sekali memukul seorang pun dengan tangannya kecuali dalam rangka berjihad di jalan Allah. Beliau tidak pernah memukul pelayan dan kaum wanita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah membalas suatu aniaya yang ditimpakan orang atas dirinya. Selama orang itu tidak melanggar kehormatan Allah. Namun, bila sedikit saja kehormatan Allah dilanggar orang, maka beliau akan membalasnya semata-mata karena Allah.” (HR. Ahmad).

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengisahkan:
“Suatu kali aku berjalan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau mengenakan kain najran yang tebal pinggirannya. Kebetulan beliau berpapasan dengan seorang Arab badui, tiba-tiba si Arab badui tadi menarik dengan keras kain beliau itu, sehingga aku dapat melihat bekas tarikan itu pada leher beliau. ternyata tarikan tadi begitu keras sehingga ujung kain yang tebal itu membekas di leher beliau. Si Arab badui itu berkata: “Wahai Muhammad, berikanlah kepadaku sebagian yang kamu miliki dari harta Allah!” Beliau lantas menoleh kepadanya sambil tersenyum lalu mengabulkan permin-taannya.” (Muttafaq ‘alaih).

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam baru kembali dari peperangan Hunain, beberapa orang Arab badui mengikuti beliau, mereka meminta bagian kepada beliau. Mereka terus meminta sampai-sampai beliau terdesak ke sebuah pohon, sehingga jatuhlah selendang beliau, ketika itu beliau berada di atas tunggangan. Beliau lantas berkata:
“Kembalikanlah selendang itu kepadaku, Apakah kamu khawatir aku akan berlaku bakhil Demi Allah, seadainya aku memiliki unta-unta yang merah sebanyak pohon ‘Udhah ini, niscaya akan aku bagikan kepadamu, kemudian kalian pasti tidak akan mendapatiku sebagai seorang yang bakhil, penakut lagi pendusta.” (HR. Al-Baghawi di dalam kitab Syarhus Sunnah dan telah dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani).

Merupakan bentuk tarbiyah dan ta’lim yang paling jitu dan indah adalah berlaku lemah lembut dalam segala perkara, dalam mengenal maslahat dan menolak mafsadat.

Kecemburuan yang dimiliki para sahabat telah mendorong mereka untuk menyanggah setiap melihat orang yang keliru dan tergelincir dalam kesalahan. Mereka memang berhak melakukan hal itu! Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang lembut dan penyantun melarang mereka melakukan seperti itu, karena orang itu (pelaku kesalahan itu) jahil atau karena mudharat yang timbul dibalik itu lebih besar. Tentu saja, perilaku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih utama untuk diteladani.

Abu Hurairah menceritakan:
“Suatu ketika, seorang Arab Badui buang air kecil di dalam masjid (tepatnya di sudut masjid). Orang-orang lantas berdiri untuk memukulinya. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan: “Biarkanlah dia, siramlah air kencingnya dengan seember atau segayung air. Sesungguhya kamu ditampilkan ke tengah-tengah umat manusia untuk memberi kemu-dahan bukan untuk membuat kesukaran.” (HR. Al-Bukhari).

Kesabaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam menyebarkan dakwah layak menjadi motivasi bagi kita untuk meneladaninya. Kita wajib berjalan di atas manhaj (metode) beliau di dalam berdakwah semata-mata karena Allah tanpa membela kepentingan pribadi.

‘Aisyahradhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
“Apakah ada hari yang engkau rasakan lebih berat daripada hari peperangan Uhud?” Beliau menjawab: “Aku telah mengalami berbagai peristiwa dari kaummu, yang paling berat kurasakan adalah pada hari ‘Aqabah, ketika aku menawarkan dakwah ini kepada Abdu Yalail bin Abdi Kalaal namun dia tidak merespon keinginanku. Akupun kembali dengan wajah kecewa. Aku terus berjalan dan baru tersadar ketika telah sampai di Qornuts Tsa’alib (sebuah gunung di kota Makkah). Aku tengadahkan wajahku, kulihat segumpal awan tengah memayungiku. Aku perhatikan dengan saksama, ternyata Malaikat Jibril ada di sana. Lalu ia menyeruku: “Sesungguhnya Allah telah mendengar ucapan kaum-mu dan bantahan mereka terhadapmu. Dan aku telah mengutus malaikat pengawal gunung kepadamu supaya kamu perintahkan ia sesuai kehendakmu. Kemudian malaikat pengawal gunung itu memberi salam kepadaku lalu berkata: “Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah telah mendengar ucapan kaummu dan bantahan mereka terhadapmu, dan aku adalah malaikat pengawal gunung, Allah telah mengutusku kepadamu untuk melaksanakan apa yang kamu perintahkan kepadaku. Sekarang, apakah yang kamu kehendaki jika kamu menghendaki agar aku menimpakan kedua gunung ini atas mereka, niscaya aku lakukan!” Beliau menjawab: “Tidak, justru aku berharap semoga Allah mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya.” (Muttafaq ‘alaih).

Pada hari ini, sering kita lihat sebagian orang yang bersikap terburu-buru dalam berdakwah. Berharap dapat segera memetik hasil. Hanya membela kepentingan pribadi yang justru hal itu merusak dakwah dan mengotori keikhlasan. Oleh sebab itu, berapa banyak kelompok-kelompok dakwah yang gagal karena individu-individunya tidak memiliki kesabaran dan ketabahan!

Setelah bersabar dan berjuang selama bertahun-tahun, barulah terwujud apa yang dicita-citakan Rasulullah.

Dalam sebuah syair disebutkan:
Bagaimanakah mungkin dapat diimbangi seorang insan terbaik yang hadir di muka bumi. Semua orang yang terpandang tidak akan mampu mencapai ketinggian derajat-nya. Semua orang yang mulia tunduk di hadapannya. Para penguasa Timur dan Barat rendah di sisi-nya.


Abdullah bin Mas’ud mengungkapkan:
“Sampai sekarang masih terlintas dalam ingatanku saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengisahkan seorang Nabi yang dipukul kaumnya hingga berdarah. Nabi tersebut mengusap darah pada wajahnya seraya berdoa: “Ya Allah, ampunilah kaumku! karena mereka kaum yang jahil.” (Muttafaq ‘alaih).

Pada suatu hari ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tengah melayat satu jenazah, datanglah seorang Yahudi bernama Zaid bin Su’nah menemui beliau untuk menuntut utangnya. Yahudi itu menarik ujung gamis dan selendang beliau sambil memandang dengan wajah yang bengis. Dia berkata: “Ya Muhammad, lunaskanlah utangmu padaku!” dengan nada yang kasar. Melihat hal itu Umar pun marah, ia menoleh ke arah Zaid si Yahudi sambil mendelikkan matanya seraya berkata: “Hai musuh Allah, apakah engkau berani berkata dan berbuat tidak senonoh terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di hadapanku!” Demi Dzat Yang telah mengutusnya dengan membawa Al-Haq, seandainya bukan karena menghindari teguran beliau, niscaya sudah kutebas engkau dengan pedangku!”

Sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperhatikan reaksi Umar dengan tenang. Beliau berkata: “Wahai Umar, saya dan dia lebih membutuhkan perkara yang lain (nasihat). Yaitu engkau anjurkan kepadaku untuk menunaikan utangnya dengan baik, dan engkau perintahkan dia untuk menuntut utangnya dengan cara yang baik pula. Wahai umar bawalah dia dan tunaikanlah haknya serta tambahlah dengan dua puluh sha’ kurma.”


Melihat Umar menambah dua puluh sha’ kurma, Zaid si Yahudi itu bertanya: “Ya Umar, tambahan apakah ini?
Umar menjawab: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkanku untuk menambahkannya sebagai ganti kemarahanmu!”
Si Yahudi itu berkata: “Ya Umar, apakah engkau mengenalku?”
“Tidak, lalu siapakah Anda?” Umar balas bertanya.
“Aku adalah Zaid bin Su’nah.” jawabnya.
“Apakah Zaid si pendeta itu?” tanya Umar lagi.
“Benar!” sahutnya.
Umar lantas berkata: “Apakah yang mendorongmu berbicara dan bertindak seperti itu terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Zaid menjawab: “Ya Umar, tidak satupun tanda-tanda kenabian kecuali aku pasti mengenalinya melalui wajah beliau setiap kali aku memandangnya. Tinggal dua tanda yang belum aku buktikan, yaitu: apakah kesabarannya dapat memupus tindakan jahil, dan apakah tindakan jahil yang ditujukan kepadanya justru semakin menambah kemurahan hatinya. Dan sekarang aku telah membuktikannya. Aku bersaksi kepadamu wahai Umar, bahwa aku rela Allah sebagai Rabbku, Islam sebagai agamaku dan Muhammad sebagai nabiku. Dan Aku bersaksi kepadamu bahwa aku telah menyedekahkan sebagian hartaku untuk umat Muhammad.”
Umar berkata: “Ataukah untuk sebagian umat Muhammad saja sebab hartamu tidak akan cukup untuk dibagikan kepada seluruh umat Muhammad.”
Zaid berkata: “Ya, untuk sebagian umat Muhammad.
Zaid kemudian kembali menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan menyatakan kalimat syahadat “Asyhadu al Laa Ilaaha Illallaahu, wa Asyhadu Anna Muhammadan Abduhu wa Rasuuluhu”. Ia beriman dan membenarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. Al-Hakim dalam kitab Mustadrak dan men-shahihkannya). 

Cobalah perhatikan dialog yang panjang tersebut, sebuah pendirian dan kesudahan yang mengesankan. Semoga kita dapat meneladani junjungan kita nabi besar Muhammad. Meneladani kesabaran beliau dalam menghadapi beraneka ragam manusia. Dan dalam mendakwahi mereka dengan lemah lembut dan santun. Memberikan motivasi bila mereka berlaku baik, serta menumbuhkan rasa optimisme di dalam diri mereka.

‘Aisyahradhiyallahu ‘anha menceritakan:
“Suatu kali aku pergi melaksanakan umrah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari kota Madinah. Ketika tiba di kota Makkah, aku berkata:“Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ayah dan ibuku sebagai tebusannya, engkau mengqasar shalat namun aku menyempurnakannya, engkau tidak berpuasa justru aku yang berpuasa.” Beliau menjawab: “Bagus, wahai ‘Aisyah!” Beliau sama sekali tidak mencela diriku.” (HR. An-Nasaai).